Pertengkaranku Dengan Matahari - Redaksi Penulis

Mari memberikan manfaat melalui menulis, terus berkarya, berarti dan berbakti

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Pertengkaranku Dengan Matahari

Share This
Untukmu, Diana, puisi ini kutulis 
Tak perlu kau simpan apalagi disebut doa 
Ini hanya sekedar permainan kata-kata yang disulap sedemikan rupa agar nyaman dibaca. 
Tak usah pula kau membaca syair ini. 
Biarkan begini. 
Namamu kan selalu kusebut, tanpa kau tau selalu disebut.

Aku teringat senyummu Sabtu lalu. 
Di bawah pohon randu dan kerudung biru, 
peluh angin terasa berdebar saat kita bersandar di depan gerbang. 
Memanggil rindu yang sudah lama kubuang. 
Kini datang perlahan menggali kenangan masa silam. 

Kau tau, Diana. 
Tatapanmu padaku tak ubahnya sembilu yang menukik kalbu. 
Aku takut menyentuh bahkan memandangnya saja aku enggan. 
Sebab cinta ada tuan yang menjadi sekat hubungan. 
Dan sekat hubungan lahir dari pandangan tak nyaman orang-orang.

Sekali lagi, senyummu sabtu lalu masih terngiang hingga menginjak rabu malam ini
Ingin ku dekap bayangmu meski sesaat. 
Nyatanya, 
tampiasnya pun tak bisa kupeluk erat. 
Pergi menghilang bersama rintikan hujan yang kali ini turun dari gemuruh dada. 
Bisaku hanya mengutuk waktu, 
mengapa ia mempertemukan kita jika aku kembali terluka.

Kau tau, Diana. 
Seandainya kemarau tetap menguras sumur-sumur di desa, 
dan tak lagi ada air tersisa hingga orang-orang menjilat liur mereka, 
aku takkan membuka tabir sebagai petunjuk cinta di dada. 
Biarlah kau selalu abadi dalam setiap kata yang lahir di karya. 
Itu lebih baik dari luka yang bakal bisa kutebak di akhir cerita. 
Sebab ulahmu takkan bisa membuatku lagi tertawa.

Terkadang aku bertanya, 
apa arti cinta dan hati jika benar-benar cinta berada di hati. 
Nyatanya, 
hatiku seakan terkungkung semburat luka, 
yang buta akan cinta. 
Aku tak tau, dan Tuhan pun tak mau tau. 

Kau tau, Diana. 
Padamu kuikrarkan hidup yang kudamba. 
Hidup yang hanya hidup dalam maya 
dan tak akan pernah nyata di alam fana. 
Mungkin jua, 
hidup yang kuangan, tak akan ada di surga apalagi neraka. 
Biarlah hidup yang menjadi bayang muliaku, 
hanya abadi lewat kisahku denganmu 

Semoga kau berkenan namamu kusebut 
Berkali-kali bahkan melebihi tasbih malaikat di petang dan pagi
Aku teringat senyummu Sabtu lalu. 
Di penjara kota dengan sekat gerbang biru, 
aku bertafakkur merenung apa arti seorang kekasih untukmu.


Jember, 15 Desember 2017
SALAM LITERASI...

Penulis: Ardani. HK Anggota FLP Cabang Jember

No comments:

Post a Comment